Dua bulan sebelum peristiwa September 30, 1965, ribuan orang Papua dibunuh oleh pasukan militer Indonesia dalam sebuah operasi bernama “Operasi Sadar”. Menurut al Rahab (2006), operasi di bawah komando Pangdam Brigjen R. Kartidjo bertujuan tentu saja bukan untuk menyadarkan, tapi untuk menghancurkan kelompok perlawanan Papua Barat yang di bulan Juli 1965 melancarkan perlawanan terorganisir pertama terhadap Indonesia. Militer Indonesia menamakan mereka Organisasi Papua Merdeka.
Namun beberapa tahun kemudian, para jenderal berganti pikiran. Maka dinamakanlah kelompok-kelompok bersenjata orang Papua ini sebagai gerakan pengacau liar (GPL) lalu gerakan pengacau keamanan (GPK). Sekarang ini mereka juga disebut kelompok kriminal bersenjata (KKB). Pada umumnya militer Indonesia berpendapat, orang Papua tidak memiliki motif lain selain menjadi pengacau atau kriminal dengan membakar markas-markas tentara. Dalam sebuah wawancara dengan majalah Gatra di tahun 1966, Letnan Kolonel (purnawirawan) D. Tandigu mengatakan bahwa gerakan OPM bukan dimotivasi oleh nasionalisme, melainkan oleh sikap frustrasi.
Tapi entah mengapa, Indonesia sepertinya tidak pernah bisa mengendalikan perasaan orang Papua itu. Kalau hanya karena frustrasi, tentu saja orang Papua sudah bisa bahagia dengan NKRI. Toh, Indonesia mengatakan telah mampu membangun orang Papua dan menjadikan mereka bagian dari rakyat Indonesia. Indonesia mengklaim dirinya telah membebaskan orang Papua dari penjajahan. Tapi mengapa orang Papua tidak pernah merasa bebas di bawah Indonesia? Itu pertanyaan sulit, bukan?
Veronika Kusumaryati
#1965setiaphari
#living1965
0 Komentar