Selamat Siang, salam sejahtera untuk kita semua.
Yang terhormat Bapak Erwan Agus Purwanto Ph.D, dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Yang terhormat Bapak Hilmar Farid Ph.D, Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Republik Indonesia. Yang terhormat Para Pengajar dan Civitas Academika Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Yang terhormat saudara-saudara hadirin. Siang ini adalah hari yang penting untuk saya, yaitu “pulang” ke “rumah” besar almamater bernama Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada. Dahulu bernama jurusan Hukum, Ekonomi, Sosial dan Politik (HESP) yang bertempat di pagelaran, alun-alun utara. Sesudah 51 tahun “si anak hilang” telah ditemukan oleh “ibu”nya. Limapuluh satu tahun sungguh waktu yang panjang dalam sejarah. Dan waktu itu masih bisa lebih panjang lagi jika kita tidak berbuat sesuatu. Jika kita tidak berani mengambil tindakan memutus rantai kebisuan. Terimakasih untuk Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada, khususnya bapak dekan yang telah mengambil tanggungjawab untuk melawan upaya pelupaan yang tak kenal henti. Karena selama lima puluh tahun kita telah menjadi bagian dari sistem politik yang memaksakan tentang apa yang harus diingat dan apa yang harus dilupakan. Sehingga kita kehilangan kesadaran dan ingatan masa lalu yang sangat penting untuk menata kembali kehidupan masa kini. Penghargaan ini bukan untuk saya pribadi tetapi untuk beratus-ratus teman yang hilang dan tidak kembali. Penghargaan ini juga untuk mengingat dan memaknai suara dan martabat korban 65, sebagai upaya untuk pengungkapan kebenaran, rehabilitasi serta rekonsiliasi. Saya mengucapkan terimakasih kepada isteri dan anak-anak saya yang dengan penuh rasa cinta dan kasih bersama berjuang dalam ziarah kemanusiaan untuk menabur benih keadaban dan keadilan. Saya akan menutup dengan puisi untuk almarhum sahabat saya Bung Ibnu Santoro (dosen Fakultas Ekonomi), almarhum Bung Sunardi (dosen Fakultas Pedagogi) dan untuk para mahasiwa UGM, yang hilang di tahun 65-66. Hersri Setiawan #1965setiaphari #living1965
0 Comments
tentang tigapuluh september
surat untuk cucuku setia 1 tigapuluh September orang masih terus bicara orang masih terus bertanya tinggal seperti dongeng tentang horor dan tragedi apa dan apa siapa dan siapa mengapa dan mengapa dan dalam ketidaktahuan semua bicara berebut kebenaran sejarah dan kisah menjadi larut dan hanyut di dalam buih-buih tawa dan pesta malaikat al-maut di tengah raung kehidupan yang musnah 2 di tengah orang-orang mengais timbunan tanah dibongkar timbunan kisah dibongkar atas nama sejarah pelurusan kemenangan atas yang lemah kekuasan atas yang kalah atas nama sejarah 3 di tengah horor dan tragedi aku, kakekmu, ingin kembali pada diriku debu sejarah dan sebagai debu sejarah kuikuti bayangan matahari bukan demi rembulan saja tapi juga lembah gunung dan hutan yang mustahil aku hindari kuikuti bayangan angin bukan demi derai sayapnya saja tapi juga arus musim dan badai yang mustahil aku hindari cucuku, jaman ini jaman demokrasi kata orang jaman ini jaman reformasi kata orang apa arti semboyan jika habis di teriakan reformasi demokrasi dan entah apa lagi gemuruh guntur musim kemarau membentur dinding kekuasaan lebur dalam mimpi siang hari semua itu bukan ibarat tapi isyarat jantung tirani masih bernafas masih berapi 4 pada 30 september ini, setia kisah masih sama bermain kepalsuan bermain kemanusiaan bunga-bunga merah-putih masih berkembangan bunga-bunga kemerdekaan di tengah belantara merpati-merpati putih masih mengembang sayap sayap-sayap perdamaian di langit kering kakilangit yang biru kakilangit harapan kemanusiaan masih berdenyut walaupun teramat lembut 5 setia, cucuku bulan ini bulan kelahiranmu juga bulan ketika opamu mulai jadi debu debu sejarah yang abadi Hersri Setiawan #living1965 #1965setiaphari |
Archives
September 2017
Kontributor
All
|