#1965setiaphari
  • pulang
  • tentang
  • kontak
  • 1965setiaphari

#1965setiaphari

Pemilu

14/3/2017

0 Comments

 
Waktu aku berumur enam tahun, kami pindah ke Belanda. Ibuku meninggal kurang dari delapan belas bulan sesudah kami tiba di sana. Tidak lama sesudahnya, seorang teman mengurus kebun kami. Beberapa bulan kemudian, kebun itu penuh bunga berwarna-warni.

Pada satu sore ketika aku membantu di kebun, Ayah memeriksa kotak pos. Lalu Ayah kelihatan heran, tapi juga bersenyum dan berkata, “Lihat, Ayah menerima kartu pemilih!”. Barangkali pada saat itu, aku kurang mengerti kenapa kartu itu berarti dan aku tidak ingat Ayah membicarakannya. Tetapi dalam hati, aku mengerti kenapa kejadian itu istimewa - di Indonesia, Ayah tidak boleh ikut pemilu.

Pada hari pemilu, aku ikut Ayah saat memberikan suaranya. Seingat aku, Ayah tidak pernah melewatkan kesempatan untuk ikut pemilu. Ayah diperbolehkan untuk menikmati hak itu di negeri orang, sedangkan di tanah airnya sendiri haknya dirampas.

Setiap kali aku diberikan kesempatan untuk memberikan suara, aku selalu melakukannya. Dan aku selalu mengenang sore itu, waktu bunga berkembang.
​

Ken Setiawan
#1965setiaphari
#living1965
0 Comments

Bukunya Kakek

1/5/2016

0 Comments

 
Picture


Sejak dulu, saya hanya ingin keluarga yang biasa-biasa saja. Tapi inilah keluarga saya, keluarga di mana saya dilahirkan, dan keluarga yang saya terima. Keluarga yang luar biasa.

Hari ini, anak-anak saya masuk ke sebuah toko buku, dan menemukan buku kakek mereka di situ, yang juga diperuntukkan kepada mereka.

Mungkin mereka masih terlalu muda untuk betul-betul mengerti sejarah kakek mereka, dan bagaimana itu mengubah hidup keluarga kami. Tapi suatu saat nanti, mereka pasti bisa mengerti - karena kakek mereka sudah menuliskan sejarah ini.

Cerita kakek mereka adalah cerita mereka juga. Sebagai sebuah keluarga, kami lebih kuat berkat cerita ini.

Ken Setiawan
#1965setiaphari #living 1965
0 Comments

Resep

28/2/2016

0 Comments

 
Picture
Pada ulang tahun saya yang ke-25, saya diberi sebuah bloc note berisi resep masakan yang disenangi keluarga saya. Ayah menyumbang empat resep. Yang pertama adalah resep nasi goreng kesukaan saya waktu kecil. Yang lain adalah “Tiga Menu Tapol G30S”.

Ini resep “sayur kepala”, karena sayur itu dimasak dengan banyak air, sehingga bisa melihat bayangan kepala sendiri; “sayur plastik”, karena papaya muda direbus begitu lama sehingga papaya menjadi transparan, seperti plastik; dan “sayur pentil”, karena batang-batang kangkung merupakan pentil ban.

Waktu saya diberi bloc note itu, saya tidak ada rencana untuk memasak resep-resep itu. Tetapi beberapa waktu yang lalu, anak perempuan saya bertanya makanan apa yang diberi kepada kakeknya waktu di penjara? Mungkin satu hari saya bisa mencoba resep itu, supaya anak saya tahu.
0 Comments

Tiga, Satu, Sembilan, Enam

19/2/2016

0 Comments

 
Picture

Waktu Ayah ditahan, Ayah diberi nomor ini.

Tiga, Satu, Sembilan, Enam.
Nama dan identitasnya dirampas.
​Tidak lebih daripada barang yang mau dibuang.

Ken Setiawan
#1965setiaphari #living1965
0 Comments

    Archives

    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    March 2017
    February 2017
    December 2016
    October 2016
    September 2016
    June 2016
    May 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    October 2014
    February 1989

    Kontributor

    All
    Anita Sobron
    Anonim
    Danang Sutasoma
    Dhyta Caturani
    Hersri Setiawan
    Heru Hikayat
    Ilham Aidit
    Ken Setiawan
    Mikael Johani
    Rahung Nasution
    Randy
    Rangga Purbaya
    Ratrikala Bhre Aditya
    Ruth Havelaar
    Sari Safitri Mohan
    Sri Nasti Rukmawati
    Tedjabayu Sudjojono
    Tintin Wulia
    Veronika Kusumaryati
    Whisnu Yonar
    Wulan Dirgantoro
    Zely Ariane

    RSS Feed

Site powered by Weebly. Managed by PowWeb
  • pulang
  • tentang
  • kontak
  • 1965setiaphari