Sarah Intan adalah anak dari Bibi saya Niniek. Ketika saya mempersiapkan pameran Stories Left Untold tahun 2015, Sarah menyanggupi permintaan saya untuk saya potret sebagai karya yang akan saya tampilkan dalam pameran. Hari itu, saya pergi ke rumah Bibi Niniek untuk mewawancarai beliau. Kemudian saya pergi bersama Dayu untuk mengambil potret Dayu. Sekembalinya kami ke rumah, Sarah baru saja pulang kerja. Kami ngobrol soal kakek lagi. Seperti kepada Dayu seusai pemotretan, saya bercerita bahwa kakek dulu adalah guru Tamansiswa, berjuang di zaman perang kemerdekaan, aktif di BTI, Kepanduan dan bekerja sebagai penyuluh pertanian. Saya menanyakan pendapat Sarah dan Dayu tentang peristiwa kekerasan, penghilangan paksa, pembunuhan dan diskriminasi yang terjadi pada orang-orang kiri di tahun 1965. Sama seperti orang-orang yang menggunakan logika dan empati, mereka tidak dapat menerima kejadian itu. Apalagi Indonesia itu negara hukum, di mana seseorang seharusnya tidak dapat dianggap bersalah tanpa melalui proses pengadilan. Tambahan pengetahuan tentang latar belakang kakek justru menambah rasa bangga mereka pada kakek. Mereka semakin yakin bahwa kakek tidak bersalah. Hari itu adalah kali pertama kami ngobrol soal kakek. Kata Sarah, "Saya selalu akan bangga dengan Mbah Boen dan cita-citanya.” Rangga Purbaya #1965setiaphari #living1965
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
September 2017
Kontributor
All
|